Apa sih Opera Pedia Fakhry Azhar?

Foto saya
Medan, Sumatera Utara
Fakhry Azhar. Tanggal 13 bulan 4 adalah hari ultahku. 13 menurut sebagian orang di dunia adalah angka sial. Bagiku, itu tidak menjadi masalah bagiku. Begitu juga bulan 4 angka empat menurut sebagian orang tionghoa adalah angka yang sangat ditakuti.

Petunjuk Oppefaaz.....

bagi-bagi kamu yang mau komentar, keluh-kesah, mau mencaci, terserah...kirim aja ke email: fakhryazhar@gmail.com....wokeh

Balada Oppefaaz

Yang pernah dirasakan mungkin telah berlalu. Tanpa kendali dan tanpa pusat pemberhentian sementara. Aura sunyi memancar di dalam air yang tenang dan jernih. Aku tidak tahu jalan uang kulalui sekarang. Penuh dengan lika-liku, berlubang, yang pasti kemacetan juga. Sesuatu yang dicapai mungkin harus melewati jalan setapak demi setapak. Hanya dengan keringat-keringat yang bercucuran jatuh membasahi padang panas yang menyengat jiwa. Dengan goresan yang penuh makna, merangkai huruf demi huruf. Mencari jati diri yang tak akan pernah pudar. Membentang ke angkasa raya. Menaiki kereta yang penuh dengan batubara, Sumber Daya Alam, dan para pekerja dengan penuh semangat. Mungkin, keberadaan sesosok manusia yang penuh dengan kontroversi. Dia tidak tahu apa rintangan yang dihadapnya nanti. Sedang tidak memungkinkan untuk mencapai tingkatan tersebut. Derajat ketidakpastian akan menyelimutinya nanti. Mustahil, bila tidak dicapai hanya dengan setetes bekal dan nekat yang kuat. Itulah, yang tak bisa dilihat tapi bisa dirasa.

Jeroan Oppefaaz

Ini adalah arsip-arsipku...

Yokoso Gabion !!!

>> Senin, 10 Mei 2010

Memang sebenarnya, ide ini tercetus dari Pembina KIR untuk mengadakan pembelajaran langsung ke lapangan. Baru kali ini pembelajaran tersebut dapat dilakukan pada hari Sabtu, 1 Mei 2010. Dengan penuh semangat, KIR bertekad untuk meneliti, mencari data, dan menambah wawasan ke suatu daerah di sekitar Medan tepatnya di pantai utaranya, Gabion, Belawan.

Ketika pagi, pukul 08.00 WIB menunjukkan suasana agak cerah. Langit pun mendukung perjalanan kami ketika kami berkumpul di sekolah pada pukul 07.15 WIB. Kami pun berkumpul dengan ria di sekolah dan tujuan utama kami adalah Stasiun Kereta Api Brayan. Sambil menunggu datangnya kereta, seperti halnya untuk menaiki fasilitas umum lainnya. Seperti memesan dan membeli tiket untuk syarat menaiki kereta api. Untuk memakai waktu yang terbuang dengan sia-sia, kami berkesempatan untuk mengambil foto di sekitar stasiun. Walaupun agak aneh, tetapi sangat unik dan memberikan kesan ‘heboh’.

Selang beberapa menit kemudian, kereta dating dengan perlahan. Ternyata kereta api yang dating adalah kereta khusus untuk penumpang yaitu Sri Lelawangsa. Sebuah produk baru yang dikembangkan oleh PT. KAI. Sri Lelawangsa hanyalah sebuah produk baru. Tetapi tetap mendapatkan antusias dari warga Kota Medan dan sekitarnya. Bagaimana tidak, setelah peluncuran untuk memakai Sri Lelawangsa yang dicanangkan oleh PT. KAI tersebut. Warga Kota Medan dan sekitarnya berbondong-bondong ingin merasakan ingin menaiki kereta yang lebih dari cukup itu. Dengan balutan warna yang tidak kuno, elegan dan eksotik. Hanya dengan sedikit polesan ajaib dari perancangnya. Fasilitas yang disediakan cukup lengkap untuk memenuhi dahaga konsumen. Seperti tempat duduk yang nyaman dan lebar, kursi darurat untuk keadaan yang mendesak, gantungan tangan bila ingin berdiri, toilet umum, kaca jendela yang super canggih, dan pelayanan yang memuaskan. Bayangkan, hanya perjalanan dari pusat Kota Medan ke Belawan dan Kota Binjai, penumpang tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk memanfaatkan fasilitas ini. Tiket hanya seharga Rp3000,00 untuk tujuan Medan-Belawan dan Rp5000,00 untuk tujuan Medan-Binjai. Harga yang sungguh fantastis. Mengingat ekonomi masyarakat yang berpendapatan di bawah rata-rata. Harga tiket yang cukup terjangkau bukan?

Selama perjalanan, kami terheran-heran dengan perjalanan yang kami tempuh. Biasanya dengan angkutan kota atau lainnya. Ini sunggu beda, di luar perkiraan kami sebelumnya. Lebih lapang, cepat, dan tepat. Kami menikmati perjalanan kami yang sesungguhnya. Menelusuri gerbong-gerbong dari ujung ke ujung dengan goncangan yang memabukkan. Melihat dari kaca-kaca modern kereta api. Kami melihat panorama-panorama yang menakjubkan. Serasa melewati lubang waktu. Sungguh perjalanan yang luar biasa yang hanya memakan waktu kurang dari satu jam. Dan berhenti sebentar di beberapa stasiun pemberhentian sementara dan melanjutkan perjalanan lagi ke tujuan Belawan. Sebelum sampai di tujuan. Para konduktor kini mulai bekerja untuk mengutip tiket satu per satu dari penumpang. Sedikit lagi sampai. Tidak sabar kami untuk menginjakkan kaki di Belawan.

Setelah sampai di Stasiun Belawan, bak seorang penumpang yang turun dari pesawat. Para konduktor memasang tangga penghubung dari kereta ke lantai. Tujuannya untuk mempermudah penumpang untuk turun. Rasanya sungguh lelah dengan perjalanan kami yang satu ini. Maka kami beristirahat sejenak untuk melepas lelah untuk perjalanan kami selanjutnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan kami untuk berfoto dengan masinis. Mulai dari anak-anak penelitian, jurnalis, dan produksi. Dengan gaya yang kocak, kami berfoto ria di sekitar stasiun dengan suasana Belanda yang menakjubkan. Tak selesai sampai di situ, kami kemudian melanjutkan perjalanan dengan tujuan utama, yaitu Gabion.

Dengan menaiki angkot PT. Mars trayek 61. Dengan rasa sempitnya kami naiki untuk sampai di tempat tujuan utama. Berkeliling menelusuri Kota Belawan, pintu pelabuhan, gudang barang, Bagan, perumahan nelayan. Agak jauh untuk sampai ke Gabion dengan ujung daratan yang di tepi laut. Merasakan bau amis ikan sehingga kami rasanya ingin muntah ketika mencium bau yang menyengat. Dan beberapa menit juga, kami sampai juga di Gabion.

“Gabion adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Belawan. Gabion merupakan pusat pelelangan ikan dan hasil laut lainnya juga tempat utama dan persinggahan nelayan untuk mengekspor-impor ikan dan hasil laut dari dalam dan luar daerah. Gabion menjadi ujung tombak perekonomian Medan. Semua hasil laut yang kita makan sehari-hari berasal dari Gabion juga. Walaupun tidak sebesar pusat pelelangan ikan Bagan Siapi-api di Riau, Gabion memperkenalkan potensi ekonomi dan bisnisnya di bawah lisensi Departemen Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia.”

Gabion hanya sebuah titik penerangan yang ada di Belawan. Tetapi potensi yang dapat dikembangkan sebagai saran edukasi, rekreatif, dan inspiratif. Terdapat banyak kegiatan yang ada di Gabion. Seperti usaha ikan asin, melelang ikan, dan tempat pendidikan untuk study tour dari berbagai sekolah. Kami juga melihat kinerja para nelayan ketika menaik-turunkan ikan-ikan dan hasil laut lainnya di sebuah wadah yang cukup besar yang diawetkan dengan es. Agar tidak busuk dan bau amis. Semangat para nelayan untuk berkerja sama cukup diacungi jempol karena kebersamaan mereka untuk mencari sesuap nasi dan rela meninggalkan anggota keluarganya untuk jangka waktu yang lama.

Sibuk dengan panorama Gabion yang mempesona. Kami segera berbagi tugas untuk meneliti, mengkaji, dan memproses berita dari latar Gabion ini. Banyak inspirasi yang bisa ditemukan untuk menjadi satu paragraf. Tak hanya itu, kami juga mewawancarai berbagi cerita dengan nelayan dan warga sekitar. Kami kemudian menyimpulkan hasil laporan kami. Ketika kata-kata itu tersusun untuk menjadi sebuah tema yang menghidupkan suasana Gabion yang diiringi oleh suara angin laut. Begitu hanyut dalam suasana semilir angin laut yang sulit kami dapatkan di perkotaan.
Setelah itu kam melihat beberpa ekosistem unik yang ada di sekitar Gabion. Mulai dari pasir tepi yang dihuni oleh hewan air payau yaitu kepiting bakau dan ikan glodok. Kepiting bakau mempunyai ukuran yang relative kecil dari kepiting biasa. Hidupnya berkoloni. Yang jantan memiliki capit (tangan cengkraman) dan betina memiliki capit kecil. Kepiting bakau muncul ketika air laut dalam keadaan surut dan terkadang sesekali muncul dalam keadaan air pasang. Kepiting bakau termasuk dalam hewan kelas avertebrata (tidak bertulang belakang). Hewan tersebut hanya untuk dijadikan mainan dan hewan hias semata. Satu lagi, ikan glodok termasuk dalam kelas campuran pisces dan amfibi. Termasuk keluarga dari salamander. Ikan glodok beda dari ikan yang lain. Biasanya ikan hidup di air, sedangkan yang ini hidup di dua alam yaitu air dan darat. Bentuk ikan glodok ini seperti salamander, hanya saja dia berjalan menyeret badannya dan siripnya berfungsi sebagai kaki untuk menggerakkan badannya. Terkadang, ikan glodok melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Hewan ini termasuk kanibal dan omnivora. Kegunaan hewan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai obat sesak napas (asma). Ikan glodok di sekitar Gabion ini tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat sekitar. Dan itu menyebabkan populasi ikan glodok terus bertambah. Karena ikan glogok dalam proses reproduksinya sangat cepat.

Puas dengan perjalanan kami di Gabion, kami berkunjung ke tempat pembuatan ikan asin. Ikan asin tersebut untuk dikonsumsi dalam negeri saja. Setelah itu kami bergegas menuju stasiun Belawan agar tidak tertinggal kereta. Dengan menaiki angkot, dan kembali lagi di stasiun. Sambil menunggu datangnya kereta, kami kemudian istirahat dan sambil mengganjal perut. Istirahat, dan berbaringan di kursi stasiun dapat menghilangkan rasa lelah yang berlebihan.

Dengan menunggu datangnya kereta. Dan tiba pula kereta yang akan kami tumpangi. Setelah menaiki dan mengucapkan selamat tinggal Gabion di Belawan. “I hope meet you again in one day. Watashi wa katta o korekara ni ashite kudasai.”
Pulang dengan perasaan senang dan bangga untuk terus bisa mencintai daerah negerinya yang kaya akan sumber daya alam. Selama perjalanan pulang, kami melakukan kekocakan yang bisa menimbulkan tawa. Seluruh orang yang ada dalam gerbong kami semuanya merasa terhibur. Itulah kami, kami yang selalu tersenyum ketika melihat senyuman orang lain dan mengikatkan jalinan kerjasama antara orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.

0 komentar:

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP